Çanakkale
26 Februari 2019

SUATU HARI DI ÇANAKKALE #2

By metinvia

Pagi.

Pagi datang artinya lembaran hari berganti, pengalaman baru menanti. Dinginnya subuh cukup tak berarti bahkan ketika kuku-kukumu cukup menusuk jari , semua akan terlupakan dengan semangat dengan agenda yang sudah direncanakan untuk saat ini.

Hari ini kami akan menyusuri desa dan sekitarnya. Akhirnya aku melihat sungai yang selama ini menjadi bagian dari untaian cerita-cerita panjang dengan segelintir keadaan dan situasi penduduk desa sekitar. Hamparan cekungan danau di depan membuatku takjub sejenak dengan pemandangan yang sulit terucapkan. Sungai lain yang begitu luas dengan projek yang sedang dikerjakan membuatku tambah tak percaya sekaligus termangu membayangkan apa yang orang-orang lakukan. Truk pengantar padi dan gandum membagi jalan yang kami lewati.  Panorama alami kehidupan yang tak selalu kami lihat setiap hari. Perjalanan berlanjut menuju dataran yang lebih tinggi lagi. Pemberhentian kami adalah Kazdağı Thermal Resort. Ya, sebuah tempat yang terkenal akan pemandian air panasnya. Kami datang bukan karena pemandian air panasnya. Di dekatnya ada sebuah restoran outdoor yang lumayan nyaman. Ya, kami datang ke sini untuk mencobanya! Restoran di bukit cukup tinggi dengan nuansa yang berbeda sekaligus yang paling penting adalah ramah di lira1. Sebuah tempat makan tanpa kemewahan terletak di tengah kepadatan penduduk. Pesanan datang… lahmacun2 dengan secangkir çay beserta dua balok gula kecil-kecil. Afiyet olsun3!!!

“luar biasa pahit”, terangku setelah mencicipi çay.

“ambil punyaku…”, sahutnya sambil menyodorkan dua balok gula miliknya. Dengan rasa tak enak aku pun menolak. Tapi dia tetap memaksa agar aku mengambil gula itu. Walhasil empat balok gula tetap kurang membantu. Dengan cepat ia memintakan gula lagi pada si penjual. Aku tau ini tidaklah wajar dan memalukan -_-  aku tidak meminta. Justru dia yang selalu bersemangat mengadakan apa yang seharusnya tak perlu dilakukan.

Beberapa saat usai makan…

“tunggu sebentar aku mau ke belakang”, serunya padaku.  Tak lama kemudian seorang ibu-ibu tua yang disusul dua orang lainnya mendatangiku dan memancing obrolan yang sukses membuatku bingung untuk menjelaskan. Suatu kesimpulan tercetus bahwa mereka tidak bisa berbahasa inggris. Mereka mencoba alternatif lain menanyaiku menggunakan Bahasa Jerman. Aku pun kewalahan tak bisa. Dengan susah payah kucoba membuat mereka paham dengan kosa kata seadanya ataupun bahasa andalan, bahasa tarzan.

(beberapa waktu kemudian)

Kami pergi ke Etili memasuki warung membeli kebutuhan memasak lalu menuju warung kebab dan menikmatinya tepat di depan Çan Anadolu, sebuah sekolah di dekat sini. Pergi ke suatu tempat asing dimana tiada seorangpun mengenali dan menilai orang lebih sesuka hati adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Tak ada omongan di belakang, tak perlu memikirkan omongan orang. Semua mengalir tanpa perasaan tidak enak. Sebuah kelegaan yang cukup memberi sedikit waktu tak berpikir tentang orang lain. Plus, minus. Segala sesuatu pasti ada enak dan tidak.

Liburan singkat ke Çanakkale waktu itu merupakan bonus sekaligus pengalaman baru yang tak terlupakan. Hanya beberapa hari, hingga saatnya harus balik ke Istanbul. Aku janji, InsyaAllah entah kapan akan kembali lagi.

1. Lira = mata uang turki (Turk Lirası yang disingkat TL).

2. Lahmacun = makanan turki sekilas terlihat mirip pizza tapi berbeda karena tipis dan bisa digulung, dengan taburan daging dan salad di atasnya. 

3. Afiyet olsun = ungkapan yang biasa digunakan ketika sedang makan, mengharapkan kesehatan (berkah dari makanan) selalu bersama kita.

 

Yogyakarta, 2016